Senin, 27 Oktober 2008

Manfaat bersepeda

Kita pasti ingat, dulu sekali, generasi kakek-nenek kita kerap menggunakan sepeda pancal alias sepeda onthel sebagai alat transportasi. “Guru Oemar Bakri”, yang bermodal sepeda kumbang, pun melaju di jalanan berlubang, berangkat ke sekolah untuk mengajar ilmu pasti.

Namun sekarang, tampaknya kejayaan sepeda jengki dan sepeda unta sebagai alat transpotasi usai sudah. Mengayuh pedal tak lagi identik dengan berangkat kerja dan rutinitas resmi lainnya, tapi olahraga, dan belakangan rekreasi. Banyak orang menggenjot sepeda roda dua untuk membakar kalori, menurunkan berat badan, mengecilkan perut buncit, atau merampingkan lingkar pinggang yang tidak mau diajak kompromi.

“Dulu perut saya gendut. Tapi kini setelah rajin bersepeda, enggak gendut lagi,” aku Dasuki sambil menunjukkan perutnya yang oke punya. Wiraswastawan yang tinggal di Depok itu menambahkan, “Sekarang, kalau enggak sepedaan, badan malah rasanya enggak enak, pegel-pegel gitu.” Dasuki jelas tidak sedang melebih-lebihkan pengakuannya.

Sebagai olahraga, bersepeda memang bisa diandalkan. “Ia punya dua fungsi sekaligus, endurance dan strength training,’ kata dr. Nani Cahyani Sudarsono, Sp.KO, pengajar pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Kalau sudah pakar yang berbicara, berarti Dasuki tak membual to.

Two in one

  • Berdasarkan fungsinya, olahraga dibagi menjadi dua kelompok besar.

Kelompok pertama, olahraga yang melatih ketahanan jantung dan paru-paru. Ini biasanya disebut olahraga endurance. Contoh paling gampang yaitu senam aerobik, joging, dan jalan kaki. Latihan-latihan ini masuk kategori endurance karena membakar kalori dengan disertai peningkatan aktivitas jantung memompa darah, serta aktivitas paru-paru menyuplai oksigen.

Kelompok kedua. Olahraga yang melatih otot-otot tertentu. Biasanya dikenal sebagai strength training. Contohnya, latihan mengangkat dambel. Fokus latihan ini otot-otot lengan.

Kalau ditimbang-timbang menurut pengelompokan itu, kegiatan bersepeda jelas masuk kategori keduanya. Soalnya, dengan mengayuh pedal, vaskularisasi dan oksigenasi meningkat. Jantung pun memompa lebih aktif, paru-paru bekerja lebih giat. Di samping itu, saat menggenjot pedal dengan kuat, otot-otot paha dan sekitarnya juga bisa sekaligus terlatih.

“Kalau misalnya jalannya santai dengan kecepatan sedang di tempat yang datar, artinya kita sedang melatih daya tahan jatung, paru-paru. Tapi kalau lewat jalan menanjak. kita ‘kan butuh kekuatan ekstra. Ini bisa berfungsi sebagai strength training,” papar Nani. Hanya saja, Nani setuju, otot yang dilatih terbatas pada otot paha dan sekitarnya saja. “Kalau mau ngelatih otot lengan, ya kurang optimal,” timpalnya.

Selalu pegang kendali

  • Selain kelebihan itu, menurut Nani, bersepeda juga termasuk latihan aerobik kendali yang relatif mudah dikendalikan. Maksud urusan kendali ini tak ada sangkut-pautnya dengan kemampuan mengendalikan setang alias kemudi sepeda.

“Mudah dikendalikan” itu artinya intensitas latihan bisa diatur sesuai kebutuhan. Misalnya, jika merasa terlalu enteng, Anda bisa meningkatkan kecepatan kayuhan pedal. Jika sudah ngos-ngosan, Anda bisa memperlambat sesuai kebutuhan. Ini berbeda, misalnya, dengan senam aerobik. Meskipun capek, biasanya pesenam tetap mengikuti apa pun yang dilakukan instrukturnya. Termasuk saat instrukturnya melompat-lompat. Mau tak mau, ya harus mau.

Itu sebabnya, pesenam sulit mengendalikan intensitas latihan. Pada olahraga bersepeda, dijamin hal seperti itu tidak terjadi. Pesepeda bisa mengatur intensitas genjotan kapan saja mau. Meski demikian, masih menurut Nani, pesepeda harus tetap mengikuti aturan umum dalam berolahraga: harus dimulai dengan pemanasan dan diakhiri dengan pendinginan.

“Saat baru mulai, jangan langsung pakai kecepatan tinggi. Begitu pula kalau sudah selesai, jangan langsung berhenti, tapi kurangi kecepatan sedikit demi sedikit,” sarannya. Dasuki sependapat dengan aturan ini. “Sebelum bersepeda, kita biasanya stretching otot dulu. Kalau enggak pemanasan dan langsung lewat tanjakan, kadang mata bisa berkunang-kunang, kadang paha atau betis sampai kram," katanya.


Tulisan dikutip dari http://www2.kompas.com/kesehatan/news/0508/24/125754.htm

Tidak ada komentar: